Buku Tamu

Rabu, 04 Agustus 2010

11 Perbedaan Antara BOS dan PEMIMPIN



1.Seorang BOS menciptakan rasa takut dalam diri anak buahnya
Seorang PEMIMPIN membangun kepercayaan

2. Seorang BOS mengatakan "saya".
Seorang PEMIMPIN mengatakan "kita"

3. Seorang BOS tahu bagaimana pekerjaan harus dilakukan.
Seorang PEMIMPIN tahu bagaimana suatu karier harus ditempa

4. Seorang BOS mengandalkan kekuasaan.
Seorang PEMIMPIN mengandalkan kerjasama.

5. Seorang BOS menyetir
Seorang PEMIMPIN memimpin

6. Seorang BOS menyalahkan
Seorang PEMIMPIN menyelesaikan masalah dan memperbaiki kesalahan

7. Seorang BOS menguasai 10% tenaga kerja bermasalah.
Seorang PEMIMPIN menguasai 90% tenaga kerja yang kooperatif.

8. Seorang BOS menyebabkan dendam bertumbuh.
Seorang PEMIMPIN memupuk antusiasme yang bertumbuh

9. Seorang BOS menyebabkan pekerjaan menjemukan
Seorang PEMIMPIN menyebabkan pekerjaan menyenangkan/menarik

10. Seorang BOS melihat masalah sebagai musibah yang akan menghancurkan perusahaan
Seorang PEMIMPIN melihat masalah sebagai kesempatan yang dapat diatasi staff yang bersatu padu, dan berubah menjadi pertumbuhan.

11. INGAT. SEORANG BOS BERKATA, "PERGI!"
SEORANG PEMIMPIN BERKATA, "AYO PERGI"

Bernostalgia Balap Egrang hingga Gobag Sodor


Masih ingat dengan permainan gobak sodor? Itu lo, permainan dua kelompok, yang satu berusaha menerobos penjagaan kelompok lainnya. Mungkin sewaktu Anda masih kecil, Anda bersama teman-teman Anda sering memainkan dolanan anak yang membutuhkan kelincahan dan kesigapan ini.

Permainan semacam gobak sodor tadi atau permainan tradisional lainnya jamak dimainkan anak-anak di masa lalu. Tapi anak-anak zaman sekarang sangat jarang memainkan permainan tradisional. Bahkan, mungkin mereka tidak mengetahui ada permainan tersebut.

Maklum saja, anak-anak zaman sekarang lebih suka memainkan games komputer atau konsol seperti PlayStation, Nintendo, X-box, dan sejenisnya. Lama-kelamaan,…
pengetahuan mengenai permainan tradisional ini juga mulai menghilang dari benak anak sekarang.

Hal ini rupanya memicu keprihatinan Muhammad Zaini Alif. Pria yang berprofesi sebagai dosen seni rupa di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) ini adalah seorang pecinta permainan tradisional.

Zaini mengakui, permainan modern bisa merangsang kecerdasan otak anak. Namun, permainan modern punya sisi kelemahan dari segi gerak dan sosial. “Anak-anak akan memahami bahwa permainan itu cuma soal menang dan kalah, padahal ada yang lebih penting dari itu,” ujarnya.

Pria berusia 35 tahun ini mencoba bertindak agar permainan tradisional tidak lenyap. Ia lantas mendirikan komunitas Hong pada 2003 silam. Ini adalah perkumpulan bagi orang-orang yang menggemari permainan tradisional.

Komunitas ini ingin memberikan edukasi sekaligus mengenalkan permainan rakyat zaman dulu kepada anak-anak zaman sekarang. “Jadi, mereka tahu dan menyadari warisan budaya berharga berupa permainan tradisional,” tutur Zaini.

Komunitas Hong juga mencoba mengedukasi anak sekaligus orangtua bahwa permainan bisa didapat tanpa perlu mengeluarkan biaya. Dolanan bisa dibuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar kita.

Mungkin karena itulah banyak orangtua yang kemudian bergabung dengan komunitas ini. Tak lupa, banyak orangtua yang mengajak serta anak-anaknya.

Saat ini anggota komunitas Hong sudah mencapai lebih dari 150 orang. Rentang usia para anggota komunitas ini cukup lebar, yaitu mulai dari anak berusia delapan tahun sampai orang dewasa yang sudah berusia lebih dari 75 tahun. Pada awal terbentuk, cuma beranggotakan 20–30 orang.

Membuat tempat bermain khusus

Karena komunitas ini bertujuan mengenalkan permainan tradisional, jangan heran kalau kegiatan komunitas ini tidak jauh dari permainan. Variasi mainan tradisional komunitas yang berpusat di Bandung ini pun banyak.

Komunitas Hong telah mendokumentasikan sekitar 250 permainan tradisional zaman baheula. Kebanyakan memang permainan asal daerah Jawa Barat. “Prinsip semua permainan tradisional sama saja, hanya hanya saja namanya berbeda di tiap daerah,” tutur Iis, anggota komunitas Hong.

Zaini dan anggota komunitas meneliti di seluruh Jawa Barat demi mendokumentasikan berbagai permainan tradisional. Ia mengaku menghabiskan dana sekitar Rp 100 juta.

Permainan yang sudah masuk dalam catatan komunitas Hong itu antara lain congklak, egrang, kelom batok, dan sasapian. Selain mendokumentasikan permainan tradisional, komunitas Hong sering menciptakan permainan maupun mainan baru sendiri.

Permainan tersebut dibuat dari bahan-bahan yang ada di alam. Misalnya saja, komunitas Hong membuat keris dan pedang mainan dari pelepah daun pisang. “Jadi, anak-anak belajar kreatif,” terang Iis.

Perkumpulan Hong juga menyediakan arena khusus permainan. Tempat bermain tersebut dinamakan pekarangan ulin. Pekarangan seluas 500 meter persegi ini terletak di markas besar Komunitas Hong di Dago, Bandung, Jawa Barat.

Selain arena bermain, di pekarangan ulin juga ada rumah singgah yang disebut saung, lumbung mainan, serta workshop tempat membuat mainan. “Jadi anak-anak bisa bermain dengan senang, apalagi permainan yang ada di sini menantang mereka,” imbuh Zaini.

Komunitas Hong membebaskan para anggotanya datang dan bermain kapan saja, yang penting tidak mengganggu jadwal sekolah si anak. Para anggota komunitas sendiri rutin menyambangi pekarangan ulin, sehingga tempat bermain ini selalu tampak ramai.

Dengar saja penuturan Yatty Nurhayati, salah seorang anggota komunitas Hong. Ia bersama keluarganya rutin bertandang ke pekarangan ulin setiap akhir pekan. “Saya datang setiap hari Minggu,” cerita Yatty.

Selain bermain rutin, komunitas Hong juga mempunyai beberapa kegiatan besar. Sebagai contoh, komunitas ini membuat Kampung Kolecer di Kampung Bolang, Subang, Jawa Barat.

Kampung Kolecer ini pada dasarnya mirip dengan markas besar perkumpulan Hong di Dago, Bandung. Di Kampung Kolecer ini, komunitas Hong menyebarkan virus dolanan tradisional serta mengajarkan pembuatan mainan sendiri.

Mainan-mainan yang dibuat di Kampung Kolecer ini banyak yang kemudian dijual sebagai cenderamata kepada orang yang menyambangi tempat tersebut. Beberapa kali perkumpulan pelestari mainan tradisional ini menggelar Festival Kolecer di Subang. Ini adalah festival permainan rakyat.

Sampai sekarang, Kampung Kolecer menjadi salah satu tujuan wisata di Subang. Uang hasil penjualan cenderamata itu digunakan untuk membiayai sekolah si anak atau menambah uang belanja orangtuanya.

Kepedulian komunitas Hong terhadap permainan rakyat makin tampak pada keikutsertaannya dalam pembangunan Museum Mainan Rakyat di Bandung. Dari namanya sudah ketahuan, ini adalah museum segala jenis permainan tradisional.

Keluarga semakin akrab dan lebih kompak

Omong-omong, apa sih asyiknya bergabung dengan komunitas Hong? Para orangtua anggota komunitas Hong sepakat, komunitas ini menjadi tempat bernostalgia. Maklum, mereka menemukan kembali aneka permainan semasa kecil.

Mereka juga mengakui komunitas Hong ikut membantu pengembangan kemampuan bersosialisasi anak-anaknya. Yatty, misalnya, menuturkan, permainan ala komunitas Hong mampu meningkatkan kepekaan, kerjasama, dan nilai kekeluargaan di kalangan anak-anak.

Bahkan, dalam beberapa hal, permainan tradisional yang tersedia di komunitas Hong mengajarkan kejujuran, sportif, dan berkompetisi secara sehat. “Anak yang awalnya pendiam menjadi supel dan mau bergaul,” ucap Yatty.

Yatty berani berucap seperti itu lantaran sudah merasakan manfaatnya. Kini, anggota keluarganya semakin kompak dan akrab. Dia bisa membagi pengalaman masa kecil kepada anaknya. “Jadi, semua senang,” tutur wanita yang berprofesi guru taman kanak-kanak ini.

Yatty sering mengajarkan permainan di komunitas Hong kepada murid-muridnya di TK. Biasanya setiap Sabtu, dia mengajak para muridnya memainkan dolanan peninggalan nenek moyang kita.

Lain lagi pengalaman Iis. Sisi positif dari permainan tradisional yang disediakan komunitas Hong bukan saja mengajarkan keberanian, supel, dan menghilangkan minder pada anak. “Fisik anak jadi lebih kuat karena tubuh banyak bergerak,” terang Iis.

Iis yang bergabung dengan komunitas ini sejak 2007 punya kenangan sendiri terhadap komunitas ini. “Bergabung dengan komunitas Hong membuat saya yang cuma ibu rumah tangga ini bisa bertemu menteri,” selorohnya sembari tertawa.

Sembari terus merangkul banyak anggota, komunitas Hong sekarang sedang meneliti permainan tradisional di Lampung. Setelah terkumpul jenis permainannya, komunitas Hong akan mengajarkan permainan tradisional tersebut kepada anak-anak di Lampung.

Beberapa penduduk Lampung sudah ada yang mendaftar menjadi anggota komunitas Hong. “Mudah-mudahan nilai-nilai yang coba digali komunitas Hong dapat menular ke seluruh Indonesia,” ujar Zaini penuh harap. Anda ingin bernostalgia adu balap egrang? Silakan datang ke komunitas Hong.