Buku Tamu

Selasa, 04 Mei 2010

Sebelum Ujian, Siswa SD di Yogyakarta Sarapan Bersama

Yogyakarta - Siswa Sekolah Dasar (SD) hari ini akan menjalani Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Di Yogyakarta, para siswa SD tersebut menggelar acara sarapan dan doa bersama sebelum ujian di mulai.

Di hari pertama ini, para siswa akan menempuh ujian mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pada hari kedua dan ketiga, mereka akan menempuh ujian Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Pantauan detikcom, beberapa SD Negeri di Kota Yogyakarta mengawali pelaksanaan UASBN dengan sarapan pagi bersama. Menu sarapan, nasi atau bubur dan susu, disediakan masing-masing sekolah ditambah bantuan program PMTAS (Pengadaan Makanan Tambahan Anak Sekolah) dari Pemkot Yogyakarta. Bantuan Pemkot tersebut rutin diberikan kepada sekolah setiap 3 bulan sekali. Saat ini, bantuan PMTAS berbarengan dengan pelaksanaan ujian akhir sekolah.

Ujian dimulai pada pukul 08.00 WIB, Selasa (4/5/2010). Namun sebelumnya sekitar pukul 07.00 WIB, para siswa sudah masuk ke ruang kelas tempat ujian berlangsung. Beberapa orang guru bersama pengawas/panitia kemudian memberikan sepiring nasi telur dan tempe serta segelas susu.

Siswa kemudian makan bersama-sama dengan lahapnya. Seusai sarapan siswa kemudian melakukan doa bersama agar ujian berjalan lancar dan mudah mengerjakan soal-soal ujian.

"Sarapan bersama ini salah satu dorongan dari kami (sekolah) agar siswa punya tenaga untuk mengerjakan soal ujian hari ini hingga selesai," kata Kepala SDN Giripeni Wates, Murdi kepada detikcom.

Menurut dia, pemberian makanan tambahan perlu dilakukan mengingat kebanyakan orang tua siswa ada yang bekerja dengan waktu yang tidak menentu atau serabutan. Dengan demikian, mereka sangat jarang bisa memantau anak-anaknya, terutama masalah sarapan. Mereka ada yang jarang makan pagi dan hanya mengandalkan jajan di sekolah saja.

"Kita berharap anak-anak bisa konsentrasi dan stamina yang cukup. Acara ini juga bentuk kebersamaan sebagai salah satu dukungan moral kita kepada 23 siswa yang sedang menempuh ujian," katanya.

Sekolah Harus Ikut Mengawasi

30/04/2010 06:52:20 DALAM Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 24 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Sekolah, diatur larangan siswa SMP menggunakan kendaraan bermotor. Dalam pasal 21 ayat (1) disebutkan peserta didik jenjang SMP dilarang mengendarai kendaraan bermotor untuk transportasi menuju dan pulang sekolah.
Namun belum semua orangtua mengetahui peraturan tersebut sehingga masih ada yang memperbolehkan anaknya mengendarai sepeda motor. Kebanyakan karena alasan kesibukan sehingga mereka memberi tanggung jawab pada anak untuk menggunakan sepeda motor sendiri.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Drs Syamsury MM mengakui, sikap orangtua yang masih permisif menjadi kendala pelaksanaan Perwal tersebut. Alasan kesibukan orangtua sehingga tidak bisa mengantar anaknya tidak bisa ditolerir karena tanggung jawab orangtua terhadap anak.
“Kalau alasannya rumah jauh dari sekolah kenapa tidak dicarikan sekolah yang dekat dari rumah. Dengan begitu orangtua juga mudah untuk mengawasi dan tak perlu menggunakan sepeda motor atau bus, cukup bersepeda untuk ke sekolah,” ujarnya.
Syamsury tidak menyalahkan sejumlah orangtua yang terlalu longgar terhadap anak terutama dalam hal aturan. Karena, usia SMP masih belum diperkenankan menggunakan kendaraan bermotor, ia hanya minta orangtua untuk ikut memahami aturan yang ada.
“Dinas juga sudah melakukan sosialisasi kepada kepala sekolah yang diharapkan segera diteruskan ke siswa dan orangtua. Untuk sanksi terhadap pelanggaran Perwal ini akan disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya. Umumnya mereka yang kedapatan menggunakan kendaraan bermotor untuk sekolah akan didata dan diberi surat tilang oleh pihak berwajib. Selain itu, akan mendapatkan pembinaan dari pihak sekolah,” tambah Syamsury.
Perwal nomor 24 tahun 2008 mendapat dukungan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY. Menurut Kabid Perencanaan dan Standardisasi Disdikpora DIY Drs K Baskara Aji, dalam kondisi apa pun, aturan dalam Perwal itu harus ditaati. Pasalnya selain aturan tersebut sesuai dengan tata tertib yang ada di sekolah, usia anak SMP memang belum mencukupi (di bawah 16 tahun) untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM). Oleh karena itu adanya razia sepeda motor terhadap siswa SMP yang dilakukan aparat kepolisian harus mendapatkan dukungan dari pihak-pihak yang terkait, termasuk orangtua dan sekolah.
“Saya kira razia yang dilakukan oleh aparat kepolisian ini tidak hanya sesuai dengan tata tertib lalu lintas tapi juga demi kebaikan anak. Oleh karena itu saya berharap semua pihak bisa proaktif agar kebijakan ini bisa dilaksanakan dengan baik,” tandas Baskara Aji
Penegakan aturan tersebut harus dilakukan secara serius tentunya dengan melibatkan pihak sekolah. Karena kalau sekolah tidak memberikan sanksi yang tegas bagi siswa yang terbukti membawa sepeda motor saat berangkat dan pulang sekolah, dikhawatirkan Perwal tersebut tidak bisa ditegakkan secara optimal.
“Semua pihak harus proaktif untuk menegakkan aturan ini. Konsekuensinya sekolah tidak cukup melarang siswa membawa motor di lingkungan sekolah. Jadi apabila mereka ada yang menitipkan sepeda motor di luar harus tetap ditegur,” tandas Baskara.
Sedang untuk Bantul, menurut Kepala Dinas Pendidikan Dasar Bantul Drs H Sahari, saat ini belum ada aturan tertulis hitam di atas putih yang mengatur pemakaian sepeda motor ketika ke sekolah. “Kami memang belum ada landasan yang mengatur masalah itu, tetapi kami akan mengkaji dengan melibatkan guru dana kepala sekolah,” katanya.
Sekretaris Dinas Pendidikan Dasar Bantul Drs Subarkah menambahkan, secara tertulis aturan itu belum ada. Yang ada baru berupa imbauan yang dilakukan jajaran Polres Bantul bahwa siswa SMP usianya kurang dari 17 tahun. Artinya siswa SMP sebaiknya tidak memakai motor. q-g

TINGKATKAN PELAYANAN MASYARAKAT ; Diterapkan Sistem Kartu Antrean WP

04/05/2010 07:35:24 YOGYA (KR) - Direktorat Lalu Lintas (Dit Lantas) Polda DIY intensif melakukan inovasi terkait upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu langkah yang dilakukan adalah penerapan kartu antrean bagi wajib pajak (WP) kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Salah satu tujuan diterapkannya kartu antrean, agar wajib pajak tidak saling melangkahi ketika antre membayar pajak.
Kepala Seksi (Kasi) STNK Dit Lantas Polda DIY Kompol Aap Sinwan Yasin SIK kepada KR, belum lama ini menjelaskan penerapan kartu antrean mengacu pada sistem First in First Out (FIFO). Sistem ini memungkinkan wajib pajak yang datang terlebih dahulu secara otomatis akan lebih dulu dilayani. “Dengan demikian praktik percaloan akan bisa ditekan,” jelas Aap Sinwan Yasin.
Dijelaskan, setiap wajib pajak yang akan membayar pajak kendaraan bermotor atau sering diistilahkan perpanjangan, akan mendapatkan kartu antrean disertai dengan nomornya. Kartu antrean bernomor ini bisa menjamin kepastian waktu, sekaligus bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya. “Sistem ini tidak memungkinkan wajib pajak ndhesel ketika antre,” jelas Aap Sinwan Yasin.
Penerapan kartu antrean juga bisa menghindarkan tertukarnya berkas antarwajib pajak, karena setelah dilakukan pemeriksaan berkas langsung diberikan kepada yang bersangkutan. Dengan demikian, baik Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) maupun Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dipastikan langsung diterima oleh wajib pajak.
Aap Sinwan Yasin menjelaskan, bagi wajib pajak yang tidak bisa datang sendiri melakukan pembayaran, bisa ‘diwakilkan’ kepada pihak lain. Namun demikian, syarat-syarat yang harus dipenuhi wajib disertakan. Karena itulah, petugas tetap memberi kesempatan kepada biro jasa yang membantu wajib pajak melakukan pem bayaran. Ditandaskan, petugas biro jasa tetap harus menaati aturan ketika membayar, yakni melakukan antre ketika akan membayar. (Hrd)-z