Buku Tamu

Senin, 03 Mei 2010

Pendidikan Keluarga Gantikan Pendidikan Seks

04/05/2010 07:35:23 Kegagalan membina rumah tangga banyak dipengaruhi oleh keterbatasan pengetahuan pasangan (suami dan isteri) tentang kehidupan keluarga dalam rumah tangga. Lantas muncullah usulan pentingnya kursus pra-nikah, praktik yang sudah berlangsung lama di Malaysia, namun di Indonesia masih diperdebatkan. Artinya, sebelum pasangan mengharungi kehidupan rumah tangga, lebih dahulu diperkenalkan seluk beluk kehidupan rumah tangga, baik dari sisi manis maupun pahitnya. Salah satu unsur dari kehidupan keluarga dalam rumah tangga adalah pengenalan terhadap seks.
Di sisi lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah banyaknya anak-anak usia sekolah yang sudah nikah, bahkan ada juga yang sudah hamil di luar nikah. Fenomena ini menjadi alasan lain pentingnya pengetahuan seks bagi anak-anak sejak usia dini, bukan hanya dibutuhkan pasangan yang hendak kawin. Dengan mengenal seks sejak dini, lengkap dengan pengetahuan kemungkinan akibat-akibat yang ditimbulkannya, diharapkan anak-anak usia sekolah khususnya, dapat terhindari dari pengaruh negatif yang mungkin terjadi. Maka muncullah usulan bagaimana kalau pendidikan seks diberikan kepada anak-anak sejak dini, minimal mulai dari Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pertanyaan lain adalah apakah namanya harus pendidikan seks atau menggunakan nama lain yang lebih tepat dan strategis, serta isinya pun tidak hanya sekadar pengenalan seks, tetapi mencakup segala aspek dalam kehidupan keluarga.
Barangkali tidak berlebihan untuk mengatakan, bahwa kita semakin menyadari betapa pentingnya pengetahuan kehidupan keluarga sejak dini. Terlalu banyak masalah yang diakibatkan rendahnya pengetahuan keluarga sejak dini, yang sebenarnya masih dapat diatasi andaikan pasangan mempunyai pengetahuan tentangnya. Satu di antara subjek pendidikan keluarga adalah pengetahuan tentang seks dengan segala aspek yang berkaitan dengannya. Dengan demikian maka namanya pun bukan pendidikan seks, tetapi misalnya pendidikan kehidupan keluarga, atau pendidikan kesejahteraan keluarga, atau pendidikan kependudukan dan semacamnya. Maka subjek yang masuk di dalamnya pun mencakup banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, termasuk seksualitas manusia, bagaimana melakukan reproduksi, kesehatan reproduksi, perencanaan keluarga, berapa jumlah anak, bagaimana menangani anak di usia remaja, bagaimana peran orangtua dalam kehidupan rumah tangga, bagaimana mengatasi masalah tekanan sebaya, bagaimana cara membuat keputusan (decision making), kesehatan dan gizi keluarga, pendidikan keluarga, bagaimana mencukupi kebutuhan pokok, mengatur pekerjaan, membuat anggaran dan belanja rumah tangga (budgetting), kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pentingnya pencatatan perkawinan, akibat perkawinan tidak dicatatkan, dan pengetahuan dasar yang berkaitan dengan perundang-undangan perkawinan/keluarga.
Berdasarkan kenyataan di masyarakat dan dibuktikan dengan pasangan yang berperkara di Pengadilan Agama, ada masa-masa yang diyakini sebagai masa kritis, yakni umur perkawinan 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun. Maka pendidikan keluarga ini pun disesuaikan dengan kenyataan itu. Artinya, berdasarkan fakta di masyarakat, pada masa-masa inilah umumnya terjadi gejolak kehidupan rumah tangga, yang tidak jarang berakhir dengan perceraian, maka untuk menghindari terjadinya perceraian, diberikan bimbingan dan/atau penyuluhan. Dengan demikian dibutuhkan dua kursus nikah, yakni kursus pra-nikah/perkawinan dan kursus selama perkawinan. Kursus pra-nikah/perkawinan mencakup pengetahuan umum tentang keluarga. Sementara kursus selama perkawinan mencakup pengetahuan tentang masalah yang umum dihadapi pasangan suami dan isteri dalam kehidupan keluarga dan teknik penyelesaiannya.
Adapun masa penyelenggaraan kursus pra-nikah/perkawinan dilakukan dalam dua tahap. Pertama, selama dalam pendidikan formal, informal dan non-formal, mulai dari tingkat Pendidikan Menengah Pertama (SMP) sampai di Perguruan Tinggi (PT). Adapun materi dan teknik penyampaikannya disesuaikan dengan tingkat pendidikan. Dengan demikian, pendidikan keluaga masuk dalam kurikulum pendidikan formal, informal, dan non-formal. Tahap kedua adalah kursus menjelang perkawinan. Materi dalam tahap ini ditekankan pada seluk-beluk kehidupan rumah tangga dengan segala persoalannya, lengkap dengan pengetahuan teknik menghadapinya. Kursus pra-nikah kedua, diberikan menjelang calon pasangan melaksanakan perkawinan, dan dapat ditangani oleh Kantor Urusan Agama (KUA) atau Badan Penasihat Perselisihan Perkawinan dan Perceraian (BP4). Dalam perkembangannya kelak tidak menutup kemungkinan kursus ini ditangani lembaga-lembaga yang kompeten, baik negeri maupun swasta, seperti klinik keluarga.
Sementara penyelenggaraan kursus selama perkawinan disesuaikan dengan masa rentan masalah kehidupan keluarga. Tahap pertama adalah empat tahun perkawinan untuk menghadapi masalah di usia rentan 5 tahun. Tahap kedua adalah sembilan tahun perkawinan untuk membekali menghadapi kemungkinan usia rentan sepuluh tahun. Tahap ketiga adalah empat belas tahun masa perkawinan sebagai bahan menghadapi masalah usia kritis lima belas tahun.
Keberhasilan program ini diyakini banyak ditentukan oleh peran media; cetak maupun elektronik, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Karena itu keterlibatan media dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat sangat diharapkan.
Sekadar perbandingan, calon pasangan yang boleh menyelenggarakan perkawinan di Malaysia adalah pasangan yang telah mendapatkan setifikat Kursus Pra-Perkawinan. Sementara bagi pasangan yang belum mendapatkan sertifikat tersebut, tidak diizinkan melakukan perkawinan. Kursus Pra-Perkawinan ini telah dilaksanakan sejak tahun 1992.
Adapun materi yang diberikan selama Kursus Pra-Perkawinan di Malaysia meliputi hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan, seperti bagaimana membangun hubungan dan komunikasi antara suami dan isteri, ditambah dengan pengetahuan managemen keuangan dan waktu, menjaga kesehatan, dan penangan stres dan konflik dalam keluarga. Buku pedoman dan juklak Kursus Pra-Perkawinan juga telah mengalami perbaikan, yang ditangani oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Demikian, wallahu a’lam, Semoga bermanfaat. q - s. (765-2010).
*) Prof Dr Khoiruddin Nasution,
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Pengajar Fak Hukum UII Yogyakarta.

Tidak ada komentar: